Beranda | Artikel
Ahlus Sunnah Mengimani Peristiwa Isra Miraj
Sabtu, 5 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah Mengimani Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas pada Sabtu, 17 Al-Muharram 1442 H / 5 September 2020 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Ahlus Sunnah Mengimani Peristiwa Isra’ Mi’raj

Ahlus Sunnah mengimani bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah di-isra’-kan oleh Allah dari Makkah ke Baitul Maqdis lalu di-mi’raj-kan (naik) ke langit dengan ruh dan jasadnya dalam keadaan sadar, dengan dasar ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan dalam surat Al-Isra’ ayat yang pertama:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ ﴿١﴾

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya di waktu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Kami berkahi sekitarnya agar Kami menunjukkan dari tanda-tanda kekuasaan Kami. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra[17]: 1)

Jadi dijalankan dengan ruh dan jasadnya. Ini kita tahu dari kalimat “hamba” tentu ruh dan jasadnya dalam keadaan sadar. Sampai ke langit yang ke tujuh, ke Sidratul Muntaha. Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memasuki Surga, melihat Neraka, melihat para Malaikat, mendengar pembicaraan Allah, bertemu dengan para Nabi, dan beliau mendapat perintah shalat yang lima waktu sehari semalam. Dan beliau kembali ke Makkah pada malam itu juga.

Ini menunjukkan bahwa Allah adanya di atas, di langit. Adapun tokoh-tokoh ahli bid’ah, mereka bingung tentang keberadaan Allah. Sampai mereka takwil ayat:

الرَّحْمَـٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ ﴿٥﴾

Padahal dari kejadian isra’ mi’raj ini jelas sekali, haditsnya shahih riwayat Bukhari Muslim dan yang lainnya. Bahkan dikatakan oleh Ibnul Qayyim mutawatir. Kalau mereka mengimani Nabi mi’raj, berarti Allah dimana? Tentu di langit, Allah di atas ‘Arsy. Dari sini batal pendapat mereka yang mengatakan Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak butuh tempat.

Maka kalau orang sudah menolak dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah, pasti dia akan bingung dan akan sesat.

Hadits Tentang Isra’ dan Mi’raj

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda: “(Jibril) telah datang kepadaku bersama Buraq, yaitu hewan putih yang tinggi, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari kuda, yang dapat meletakkan kakinya (melangkah) sejauh pandangannya.” Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Maka aku menaikinya hingga sampailah aku di Baitul Maqdis, lalu aku turun dan mengikatnya dengan tali cincin pintu yang biasa dipakai oleh para Nabi.”

Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menuturkan: “Kemudian aku masuk ke masjid al-Aqsha dan aku shalat dua raka’at di sana, lalu aku keluar. Kemudian Jibril membawakan kepadaku satu wadah khamr dan satu gelas susu, maka aku memilih susu, lalu Jibril berkata kepadaku: ‘Engkau telah memilih fitrah (kesucian).’”

Lanjut beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Kemudian Buraq tersebut naik bersamaku ke langit, maka Jibril meminta agar dibukakan pintu langit, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Jibril menjawab: ‘Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapakah yang bersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Ia menjawab: ‘Dia telah diutus.’ Kami pun dibukakan pintu lalu aku bertemu (Nabi) Adam ‘Alaihish Shalatu was Salam. Beliau menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.

Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit kedua, maka Jibril mohon dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Ia menjawab: ‘Jibril.’ Ia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad.’ Ia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus.’” Nabi melanjutkan: “Maka kami dibukakan pintu lalu aku bertemu dengan dua orang sepupuku, yaitu ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria, maka keduanya menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan: “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit ketiga, maka Jibril minta dibukakan pintu, lalu ia ditanya lagi: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’” Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi: “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu Nabi Yusuf yang telah dianugerahi setengah dari ketampanan manusia sejagat.” Kata Nabi: “Maka Yusuf menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan: “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit yang keempat, maka Jibril Alaihis Sallam minta dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi: “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan Nabi Idris ‘Alaihish Shalatu was Salam, ia menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku. Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman (untuknya): ‘Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi.’” (Dalam surat Maryam ayat 57)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan: “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit yang kelima, maka Jibril ‘Alaihish Shalatu was Salam minta dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan Nabi Harun ‘Alaihish Shalatu was Salam, ia menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan: “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit yang keenam, maka Jibril ‘Alaihish Shalatu was Salam mohon dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan Musa ‘Alaihish Shalatu was Salam, lalu ia menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan: “Kemudian Buraq tersebut naik bersama kami ke langit yang ketujuh, maka Jibril ‘Alaihish Shalatu was Salam minta dibukakan pintu, lalu ia ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Jibril.’ Dia ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Dia menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus kepada-Nya?’ Dia menjawab: ‘Dia telah diutus kepada-Nya.’” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Maka kami dibukakan pintu, lalu aku bertemu dengan Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam, yang sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur, di mana tempat itu setiap harinya dimasuki oleh 70.000 Malaikat dan mereka tidak kembali lagi sesudahnya.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan: “Kemudian Buraq tersebut pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha yang (lebar) dedaunnya seperti telinga gajah dan (besar) buah-buahnya seperti tempayan besar.” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Tatkala perintah Allah memenuhi Sidratul Muntaha, maka Sidratul Muntaha berubah dan tidak ada seorang pun dari makhluk Allah yang bisa menjelaskan sifat-sifat Sidratul Muntaha karena keindahannya. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberiku wahyu dan mewajibkan kepadaku shalat lima puluh kali dalam sehari semalam.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan: “Kemudian aku turun dan bertemu Musa ‘Alaihish Shalatu was Salam, lalu Nabi Musa bertanya: ‘Apa yang diwajibkan Rabb-mu terhadap ummatmu?’ Aku menjawab: ‘Shalat lima puluh kali.’ Maka Musa berkata: ‘Kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu melakukan hal itu. Sesungguhnya aku telah menguji Bani Israil dan aku telah mengetahui bagaimana kenyataan mereka.’”

Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Aku akan kembali kepada Rabb-ku.” Lalu aku memohon: “Ya Rabb, berilah keringanan kepada ummatku.” Maka Allah mengurangi menjadi lima shalat.

(Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa awalnya 50, kemudian Nabi kembali lagi menjadi 40, kembali lagi menjadi 30, kembali lagi menjadi 20, kembali lagi menjadi 10, kemudian menjadi 5. Ada riwayat yang menyebutkan sampai 5 kali kembali, ada yang menyebutkan 3 kali dan ada yang menyebutkan 2 kali kembali.)

Lalu aku kembali kepada Musa ‘Alaihish Shalatu was Salam kemudian aku berkata padanya: “Allah telah mengurangi dariku menjadi lima shalat.” Musa mengatakan: “Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu melakukan hal itu, maka kembalilah kepada Rabb-mu dan minta-lah keringanan.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Aku terus bolak-balik antara Rabb-ku dengan Musa ‘Alaihish Shalatu was Salam sehingga Rabb-ku mengatakan:

يَا مُحَمَّدُ، إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، لِكُلِّ صَلاَةٍ عَشْرٌ فَذَلِكَ خَمْسُوْنَ صَلاَةً، وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.

‘Wahai Muhammad, sesungguhnya kewajiban shalat itu lima kali dalam sehari semalam, setiap shalat mendapat pahala sepuluh kali lipat, maka lima kali shalat sama dengan lima puluh kali shalat. Barangsiapa berniat melakukan satu kebaikan, lalu ia tidak melaksanakannya, maka dicatat untuknya satu kebaikan, dan jika ia melaksanakannya, maka dicatat untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa berniat melakukan satu kejelekan namun ia tidak melaksanakannya, maka kejelekan tersebut tidak dicatat sama sekali, dan jika ia melakukannya maka hanya dicatat sebagai satu kejelekan.’”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan: “Kemudian aku turun hingga bertemu Musa ‘Alaihish Shalatu was Salam dan aku beritahukan kepadanya, maka ia mengatakan: ‘Kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan lagi.’” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Lalu aku menjawab: ‘Aku telah berulang kali kembali kepada Rabb-ku hingga aku merasa malu kepada-Nya.`” (Hadits shahih riwayat oleh Muslim dari sahabat Anas bin Malik, diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dan yang lainnya)

Lihat juga: Hadits Tentang Kisah Isra’ Mi’raj

Mengimani kekuasaan Allah

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam isra’ dan mi’raj dengan ruh dan jasadnya. Dan berbicara isra’ dan mi’raj berarti berbicara tentang kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi hanya Allah yang mampu melakukan seperti ini, tidak bisa dinalar dengan akal, kita wajib mengimani.

Maka ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berangkat malam dan pulang malam itu juga. Ketika pagi hari Nabi menyampaikan kepada para sahabatnya dan juga kepada kaum musyrikin. Ketika Nabi menyampaikan hal ini, kaum musyrikin mentertawakan Nabi. Karena menurut mereka tidak masuk akal. Sebagian dari mereka geleng-geleng kepala, ada yang tepuk tangan, bahkan ada yang mengetes Nabi: “Kalau engkau betul ke Masjid al-Aqsha, sebutkan ciri-ciri masjid al-Aqsha” Maka Allah langsung menunjukkan di depan mata Nabi lalu disebutkan cirinya, tentang pintunya dan segala macam. Sehingga orang yang pernah kesana dari orang-orang yang hadir di Mekah itu mengatakan bahwa ciri yang disebutkan Nabi itu benar. Tapi mereka tetap tidak beriman dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahkan ada yang murtad ketika itu.

Sebagian dari mereka mengabarkan kepada Abu Bakar yang tidak hadir ketika Nabi menjelaskan hal ini. Mereka berkata: “Sesungguhnya temanmu (yaitu Muhammad) mengatakan tadi malam dia berangkat ke masjid al-Aqsha kemudian ke langit.” Kata Abu Bakar: “Siapa yang mengatakannya?” Mereka menjawab: “Muhammad, temanmu.” Lalu kata Abu Bakar: “Kalau dia yang mengatakan, aku percaya lebih dari pada itu.” Sejak inilah Abu Bakar dikatakan Ash-Shiddiq. Karena di sini berbicara tentang kekuasaan Allah. Maka orang beriman harus percaya. Ini riwayatnya shahih.

Allah berada di atas ‘Arsy

Mi’raj-nya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini menunjukkan bahwa Allah berada di atas langit, di atas ‘Arsy. Tetapi Nabi tidak melihat Allah. Pada hadits riwayat Muslim disebutkan, kata Abu Dzar:

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ قَالَ نُورٌ أَنَّى أَرَاهُ

“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ‘Apakah engkau melihat Rabbmu?’ Nabi menjawab: ‘Cahaya, bagaimana aku melihatnya?`”

Kata Imam An-Nawawi ketika memberikan syarah hadits ini, kata beliau:

مَعْنَاهُ حجابه نور فَكيف أرَاهُ

“Hijabnya Allah itu cahaya, bagaimana aku melihat Allah?”

Maka dari itu kata ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha: “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Nabi melihat Allah, maka dia telah berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala .”

Bagaimana kisah dan faidah selengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download Mp3 Kajian Tentang Peristiwa Isra’ Mi’raj


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48987-ahlus-sunnah-mengimani-peristiwa-isra-miraj/